Thursday, August 07, 2014

Cerita menyusui

Sejak awal hamil anak kedua saya memang sangat berharap bisa menyusui si kecil secara eksklusif. Saya terus berpikiran positif bahwa kegagalan dalam memberi ASIX untuk si sulung adalah semata-mata faktor psikologis, dan terus berafirmasi bahwa ASI akan lancar dan melimpah.
Namun hingga akhir masa kehamilan pun, ASI tak kunjung keluar. Sesaat setelah lahir, si dedek memang tidak langsung diletakkan di dada saya, hanya mulutnya saja yang ditempelkan langsung ke niple. Sayangnya si dedek tidak mau menghisap, hiks. Rasa sakit kontraksi membuat saya abai dan tidak protes kenapa tidak dilakukan IMD.

Keesokan harinya saat si dedek diantar ke kamar sayapun lansung mencoba menyusui. Semangat banget dia menyusu, sayangnya ASI tak setetes pun keluar. Saya mulai sedih dan gelisah. Dokter pun memberi obat suntik. Entah suntikan apa, katanya merangsang asi cepat keluar. Selain itu aku diresepkan supplemen pelancar asi dan domperidon. Awalnya bingung juga untuk apa domperidon, padahal saya kan  nggak ada keluhan mual. Ah, ternyata domperidon dapat meningkatkan produksi ASI loh ibuk - ibuk.

Berbagai upaya juga saya lakukan agar ASI ancar, massage payudara, makan dan minum sebanyak-banyaknya dan terus berusaha berpikiran positif.
Dua hari.. Tiga hari.. Akhirnya keluarlah cairan bening. Tapiiii sedikiiit sekali.. Hiks..

Si dedek mulai kekuningan. Badannya jadi hangat karena kurang cairan. Hari kelima kontrol ke DSA BBnya menyusut 100 gr. Tapi menurut dokter masih wajar dan kuningnya pun masih di batas normal, sambil menunjukkan pada saya dengan menekan ulu hatinya. Bila warnanya kuning kunyit, maka harus dilakukan tes bilirubin. DSA tersebut terus menyemangati saya agar tetap semangat memberi ASI. Saya kemudian banyak membaca pengalaman-pengalaman menyusui supaya memperkaya kepedean diri untuk semangat ASIX. Saya juga banyak mengkonsumsi berbagai jenis booster ASI: Kapsul pelancar, domperidon, ASI Booster Tea, kapsul hulbah (Fenugreek), susu kedelai, roasted almond. Puting lecet pun nggak masalah, yang penting si dedek bisa terus menyusu agar ASI semakin melimpah. Tapi apa daya, ketika dipompa pun hanya keluar setetes.. setetes.. aah cuma 10 cc..

Booster ASI andalan


Saya juga mencoba teknik power pumping. ASI nggak keluar dan malah jadi sakit.

Ya Allah... jadi hopeless... Kenapa saya begitu berbeda. Ibu lain rasanya mudah saja menyusui. Sementara saya?

Timbul keinginan saya untuk konsultasi ke klinik laktasi. Banyak yang merekomendasikan sebuah klinik di daerah Kemang. Tapi sepertinya biayanya mahal bingits. Ah, lebih baik saya konsul ke DSA andalan saja. Ternyata BB si dedek naik 650 gr dari berat lahir. Saat itu usianya 23 hari. Yeayy, berarti ASI nya cukup. Yess...

Hari-hari selanjutnya badan saya malah meriang kelelahan, rasa sakit jahitan episiotomi, hemorrhoid dan kondisi sembelit semakin membuat saya ingin menyerah karena ASI malah berkurang. Kasihan si dedek, sering mengamuk saat menyusu karena ASI kurang deras. Akhirnya saya minta tolong suami untuk membelikan susu formula. Cuma diliatin aja tuh dus susu formula itu.. Sampai tiba hari ke 29.. akhirnya saya kibarkan bendera putih...  menyerah.. sambil gemeteran saya bikin juga 30cc susu formula yang angsung diminum dengan lahapnya. Apa daya. Saya sudah berusaha memberi yang terbaik.

Saya begitu paham ASI memang yang terbaik. Namun memberi susu formula pun bukan sebuah dosa besar. Saya memang pejuang ASIX yang gagal. Tapi semoga saya tetap bisa menyusui hingga 2 tahun kedepan.

Ketimbang hanya meratapi terbatasnya ASI, lebih baik bersyukur kepada ALLAH yang masih memberi kesempatanku menyusui walau harus bersanding dengan susu formula.

No comments: